Video Terbaru
Pelantikan Anggota BPD Jamblang Tahun 2017-2023
Pada hari Kamis, 23 November 2017 di
Balai Desa Jamblang dilaksanakan prosesi Pelantikan dan Pengambilan Sumpah
Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Jamblang untuk masa bhakti Tahun
2017-2023, hal tersebut karena telah berakhirnya keanggotaan BPD Jamblang masa
bhakti Tahun 2011-2017. Acara prosesi Pelantikan dan pengambilan sumpah dilasanakan
oleh Bapak Ferry selaku Camat Jamblang dan disaksikan jajaran Muspika lainnya
serta berbagai elemen masyarakat yang ada di Desa Jamblang, baik dari lembaga
kemasyarakatan desa ataupun para tokoh masyarakat, tokoh kepemudaan juga tokoh
agama.
Dra, Hj. Nurlaelah, MM selaku Kuwu
Jamblang yang juga sebagai pemangku hajat dalam acara tersebut pada
kesempatannya menyampaikan ucap beribu-ribu terima kasih dan memberikan
apresiasi positif kepada seluruh anggota BPD lama (masa bhakti 2011-2017) yang
sekian lama mendarma
bhaktikan, mendampingi sebagai mitra
dalam penyelenggaraan roda pemerintahan untuk kemajuan Desa Jamblang yang tercinta
ini, baik dibidang Pemerintahan, Pembangunan, Pembinaan Kemasyarakatan dan
Pemberdayaan masyarakatnya. Dan bagi anggota BPD yang baru dilantik diharapkan dalam
kemitraannya agar dapat bekerjasama dengan lebih baik lagi dan terus kita
tingkatkan dalam upaya memajukan Desa Jamblang hingga terciptanya Desa yang
makmur dan masyarakat yang sejahtera.
Dan pada rangkaian acara selanjutnya diberikan kesempatan pula kepada masing-masing Ketua BPD lama dan baru untuk memberikan sambutan-sambutannya hingga acara selesai ditutup dengan do'a bersama.
Adapun Anggota BPD Jamblang masa bhakti Tahun 2017-2023 yang baru dilaktik dan diambil sumpah sebagai berikut :
1.
Akyan
(Ketua/anggota)
2.
Khidir
(Wakil Ketua/anggota)
3.
Toha
(Sekretaris/anggota)
4.
Drs.
Hasimkan (anggota)
5.
Darniah,
S.Pd (anggota)
6.
Suwanti,
S.Pd (angota)
7.
Dariman
(anggota)
8.
Riyanto
(anggota)
9.
Irsad
(anggota)
Sedangkan
Keanggotaan BPD Jamblang masa bhakti Tahun 2011-2017 yang telah diberhentikan
sebagai berikut :
1.
Incu
Wartadi, S.Pd (Ketua/Anggota)
2.
Moh.
Dadi Sujadi, S.Pd (Wakil Ketua/anggota)
3.
Toha
(Sekretaris/anggota)
4.
Akyan
(anggota)
5.
Iskandar
(anggota)
6.
Herman
HS, SP.,MM (anggota)
7.
Drs.
Hasimkan (anggota)
8.
Erva
Mintarsih (anggota)
9.
Subroto,
S.Pd (anggota)
10.
Khidir
(anggota)
Perda Kab. Cirebon Nomor 6 Tahun 2011 ttg Retribusi Pelayanan Persanpahan / Kebersihan
NOMOR 6 TAHUN 2011 SERI C.4
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON
NOMOR 6 TAHUN 2011
TENTANG
RETRIBUSI
PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CIREBON,
Menimbang : a. bahwa untuk
menindaklanjuti ketentuan pasal 110 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Cirebon Nomor 40 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan
dan Penyedotan Kakus sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan oleh
karenanya peraturan daerah dimaksud perlu diubah untuk disesuaikan;
b. bahwa penyesuaian rancangan
peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada huruf a mengatur tentang jenis,
struktur dan besaran tarif retribusi dalam rangka pengoptimalan pelaksanaan
pelayanan persampahan/kebersihan di daerah;
c. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, maka Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Djawa Barat
(Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan
Kabupaten Subang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Djawa Barat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2851);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4389);
4. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
6. Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
7. Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5043);
8. Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049);
9. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
10. Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1981 tentang Acara Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
11. Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor
79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
13. Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
14.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai
Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);
15. Peraturan Pemerintah Nomor
69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
16. Peraturan Presiden Nomor 1
Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
17. Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
18. Peraturan Daerah Kabupaten
Cirebon Nomor 2 Tahun 2001 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran
Daerah Kabupaten Cirebon Tahun 2001 Nomor 4, Seri E.3);
19. Peraturan Daerah Kabupaten
Cirebon Nomor 15 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon Tahun 2007 Nomor 15, Seri E.6);
20. Peraturan Daerah Kabupaten
Cirebon Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon Tahun 2010 Nomor 4, Seri D.1).
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIREBON
dan
BUPATI CIREBON
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN / KEBERSIHAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan
:
1. Daerah adalah Kabupaten Cirebon;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Cirebon;
3. Bupati adalah Bupati Cirebon;
4. Instansi
pemungut adalah organisasi
perangkat daerah yang
tugas
pokok dan fungsinya
menyelenggarakan pelayanan persampahan/kebersihan;
5. Pelayanan
Persampahan/Kebersihan adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
untuk menjaga kebersihan lingkungan hidup yang meliputi pengambilan,
pengangkutan dan pembangunan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan
sampah di wilayah Kabupaten Cirebon;
6. Badan adalah sekumpulan
orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan
Yayasan, Organisasi Masa;
7. Surat Ketetapan Retribusi
Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan
besarnya jumlah retribusi yang terutang;
8. Surat Ketetapan Retribusi
Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit
retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya
terutang;
9. Surat Tagihan Retribusi
Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan
retribusi dan/atau sanksi-sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
10. Surat Keputusan Pembetulan
adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung
dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan Retribusi Daerah yang terdapat Surat Ketetapan Retribusi
Daerah Lebih Bayar atau Surat Tagihan Retribusi Daerah, Lembaga, bentuk usaha
tetap dan bentuk badan lainnya;
11. Retribusi Jasa Umum adalah
Retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan;
12. Masa Retribusi adalah suatu
jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk
memanfaatkan pemberian jasa pelayanan dari Pemerintah Daerah;
13. Surat Keputusan Keberatan adalah
Surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan retribusi daerah dan
terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib
retribusi;
14. Pemeriksaan adalah
serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau
keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban
rertibusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi;
15. Penyidikan Tindak Pidana di
bidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang
retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya;
16. Kas Daerah adalah Kas Daerah Pemerintah Kabupaten
Cirebon.
BAB II
NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB RETRIBUSI
Pasal 2
(1) Dengan nama retribusi
pelayanan persampahan/kebersihan dipungut retribusi atas pelayanan pengambilan,
pengangkutan, pembuangan, dan penyediaan lokasi pembuangan/tempat pemrosesan akhir
sampah.
(2) Objek retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan adalah pelayanan persampahan/kebersihan yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah, meliputi :
a. Pengambilan/pengumpulan
sampah dari sumbernya kelokasi pembuangan sementara;
b. Pengangkutan sampah dari
sumbernya dan/atau lokasi pembuangan sementara kelokasi pembuangan/pembuangan
akhir sampah; dan
c. Penyediaan lokasi
pembuangan/pemusnahan akhir sampah.
(3) Subjek retribusi adalah
setiap orang atau badan yang menerima pelayanan persampahan/kebersihan.
(4) Wajib retribusi adalah
orang pribadi atau badan yang memanfaatkan pelayanan persampahan/kebersihan.
(5) Dikecualikan dari objek
retribusi pelayanan persampahan/kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah pelayanan kebersihan jalan umun, taman, tempat ibadah, sosial, dan
tempat umum lainnya.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 3
Retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan digolongkan pada retribusi jasa umum.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 4
Tingkat
penggunaan jasa retribusi pelayanan persampahan/kebersihan diukur berdasarkan
tempat pengambilan sampah.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR
DAN BESARAN TARIF
Pasal 5
Prinsip dan
sasaran dalam penetapan struktur dan besaran tarif retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan didasarkan pada biaya penyediaan jasa, kemampuan
masyarakat dan aspek keadilan.
Pasal 6
(1) Struktur dan besaran tarif
digolongkan berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan yang diberikan dan pihak
yang menerima pelayanan.
(2) Struktur dan besaran tarif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
Pelayanan persampahan/kebersihan
|
|||||
a.
rumah tangga/tempat tinggal per KK ..........................
|
Rp
|
3.000,00
|
/bln
|
||
b. kantor
dan sejenisnya ................................................
|
Rp
|
20.000,00
|
/bln
|
||
c.
|
puskesmas, poliklinik dan rumah bersalin /
BKIA........
|
Rp
|
150.000,00
|
/bln
|
|
d. toko
|
|||||
-
|
kecil
.......................................................................
|
Rp
|
10.000,00
|
/bln
|
|
-
|
sedang
...................................................................
|
Rp
|
15.000,00
|
/bln
|
|
-
|
besar
.....................................................................
|
Rp
|
20.000,00
|
/bln
|
|
e. warung makan dan yang sejenisnya
...........................
|
Rp
|
15.000,00
|
/bln
|
||
f.
|
rumah
makan/restoran dan yang sejenisnya ..............
|
Rp
|
100.000,00
|
/bln
|
|
g.
|
mini market
.................................................................
|
Rp
|
75.000,00
|
/bln
|
|
h.
|
super
market/mall dan yang sejenisnya ......................
|
Rp
|
150.000,00
|
/bln
|
|
i.
|
kios, los, lemprakan, warung pedagang
|
||||
musiman
di dalam/di luar pasar Pemda per tempat ....
|
Rp
|
500,00
|
/hari
|
j. penginapan, losmen, hotel melati, motel
dan yang sejenisnya
................................................... Rp 100.000,00 /bln
k. pengangkutan sistem ritasi
dengan armroll dan dump truck untuk pasar diluar pasar Pemda, komplek perumahan
dan
pemukiman ……………....................................... Rp 100.000,00/angkut
l. pengangkutan sistim ritasi
dengan armroll dan dump truck untuk perusahaan, pabrik,
Industri, rumah sakit,
dan hotel berbintang ..............
|
Rp 200.000,00/angkut
|
|
m. pembuangan sampah langsung ke TPS ...................
|
Rp
|
25.000,00/angkut
|
n. pembuangan sampah langsung ke TPA
...................
|
Rp
|
50.000,00/angkut
|
Pasal 7
Perubahan besaran tarif
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati.
BAB VI
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 8
Retribusi yang terutang dipungut di daerah.
BAB VII
SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 9
(1) Retribusi terutang terjadi
pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Bentuk isi dan tata cara
penerbitan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bupati.
BAB VIII
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 10
(1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan
menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IX
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 11
(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus
dilakukan secara tunai/lunas.
(2) Retribusi yang terutang
dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan, dan STRD.
(3) Tata cara pembayaran,
penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan keputusan bupati.
Pasal 12
(1) Hasil pungutan retribusi
persampahan/kebersihan disetor secara bruto ke kas daerah.
(2) Pemanfaatan dari penerimaan
retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan
penyelenggaraan pelayanan persampahan/kebersihan yang bersangkutan.
(3) Ketentuan mengenai alokasi
pemanfaatan penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Pemeliharaan TPS dan
landasar container.
b. Pemeliharaan/operasional kendaraan angkutan
sampah :
- Pemeliharaan dump truck;
- Pemeliharaan container.
c. Pemeliharaan tempat pemrosesan akhir sampah :
- Penyemprotan lalat;
- Pembersihan kolam leachate;
- Pendozeran.
d. Upah/honor petugas kebersihan.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 13
(1) Dalam hal wajib retribusi
tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sangsi administrasi
berupa bunga sebesar 2 % (dua per seratus) setiap bulan dari besarnya retribusi
yang terutang atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(2) Bunga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disetor secara bruto ke Kas Daerah.
BAB XI
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 14
(1) Retribusi terutang
berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan STRD dan surat keputusan
keberatan yang menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah yang
tidak atau kurang dibayar oleh wajib retribusi.
(2) Penagihan retribusi
terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan surat teguran.
(3) Pengeluaran surat
teguran/peringatan/surat lain yang sejenis tindakan awal pelaksanaan penagihan
retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo pembayaran.
(4) Dalam jangka waktu 14
(empat) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis,
wajib retribusi harus melunasi retribusi terutang.
(5) Surat
teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikelurkan oleh pejabat yang ditunjuk.
(6) Tata cara penagihan dan
penertiban surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis diatur dengan
peraturan bupati.
BAB XII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 15
(1) Bupati berdasarkan
permohonan wajib retribusi dapat memberikan pengurangan, keringanan dan
pembebasan retribusi.
(2) Tata cara pemberian
pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan keputusan bupati.
BAB XIII
KEBERATAN
Pasal 16
(1) Wajib retribusi dapat
mengajukan keberatan hanya kepada bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD
ataun dokumen lain yang dipersamakan atau SKRDLB.
(2) Keberatan diajukan secara
tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Dalam hal wajib retribusi
mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, wajib retribusi harus dapat
membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut.
(4) Keberatan harus diajukan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan dan SKRDLB diterbitkan kecuali apabila wajib retribusi tertentu
dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat menunjukan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya.
(5) Keberatan yang tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
(6) Pengajuan keberatan tidak
menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 17
(1) Bupati dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi
keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Apabila jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan bupati tidak memberikan
suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XIV
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 18
(1) Atas kelebihan pembayaran
retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada
bupati.
(2) Bupati atau pejabat dalam
jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memberikan keputusan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
dilampaui dan bupati atau
pejabat tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian retribusi
dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1
(satu) bulan.
(4) Apabila wajib retribusi
mempunyai utang retribusi lainnya kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang
retribusi dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan
pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB.
(6) Apabila pengembalian
kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan,
bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua per seratus) setiap bulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.
Pasal 19
(1) Permohonan pengambalian
kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada bupati dengan
sekurang-kurangnya menyebutkan :
a. nama dan alamat wajib retribusi;
b. masa retribusi;
c. besarnya kelebihan pembayaran;
d. alasan yang singkat dan
jelas
(2) Permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos
tercatat.
(3) Bukti penerimaan oleh
pejabat daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat
permohonan diterima oleh bupati.
Pasal 20
(1) Pengembalian kelebihan
retribusi dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan
retribusi.
(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi
diperhitungkan dengan utang
retribusi lainnya,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara
pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XV
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 21
(1) Hak untuk melakukan
penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampui waktu 3 (tiga) tahun
terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan
tindak pidana di bidang retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) tertangguh jika:
a. diterbitkan surat teguran; atau
b. ada pengakuan utang
retribusi dari wajib retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan surat teguran sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) huruf a, kedaluwarsa
penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang retribusi
secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah wajib
retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan
belum melunasinya kepada pemerintah daerah.
(5) Pengakuan utang retribusi
secara tidak langsung sebagaimana di maksud pada ayat (2) huruf b dapat
diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh wajib retribusi.
Pasal 22
(1) Piutang retribusi yang
tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kedaluwarsa dapat dihapus.
(2) Bupati menetapkan keputusan
penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana maksud pada
ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan
piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan peraturan bupati.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 23
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga
merugikan keuangan daerah
diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
3 (tiga) kali jumlah retribusi yang terutang.
(2) Tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Pasal 24
Denda sebagaimana dimaksud
dalam pasal 23 ayat (1) merupakan penerimaan negara.
BABXVII
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 25
(1) Instansi yang melaksanakan
pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja
tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
(3) Tata cara pemberian dan
pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
bupati.
BAB XVIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 26
(1) Pejabat pegawai negeri
sipil tertentu dilingkup pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran ketentuan dalam peraturan
daerah ini sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
hukum acara pidana yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan pemerintah daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah :
a. menerima, mencari,
mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi
lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan
mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi tersebut;
c. meminta keterangan dan
bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di
bidang retribusi daerah;
d. memeriksa buku-buku,
catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang retribusi daerah;
e. melakukan penggeledahan
untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain,
serta melakukan penyitaan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli
dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi
daerah;
g. menyuruh berhenti, melarang
seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang
berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang
berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;
i. memanggil orang untuk
didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
dan/atau
k. melakukan tindakan lain
yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah
menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(4) Penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
hukum acara pidana yang berlaku.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Dengan berlakunya peraturan
daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 40 Tahun 2002 tentang
Retribusi Pelayanan Persampahan dan Penyedotan Kakus, dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 28
Hal-hal yang belum cukup
diatur dalam peraturan daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya akan
ditetapkan dengan peraturan bupati
Pasal 29
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon.
Ditetapkan di Sumber
pada tanggal 21 Maret 2011
BUPATI CIREBON,
TTD
DEDI
SUPARDI
Diundangkan di Sumber
pada tanggal 22 Maret 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIREBON,
TTD
ACHMAD
ZAINAL ABIDIN RUSAMSI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN
CIREBON TAHUN 2011 NOMOR 6 SERI C.4
Langganan:
Postingan (Atom)