Sejarah Desa Jamblang
Jamblang
adalah nama buah yang dalam bahasa Cirebon duwet. Nama Jamblang kemudian
dipakai untuk nama sebuah daerah, ditempat itu terdapat sebuah pasar bernama
Jamblang. Nama Jamblang semula dipinggir sungai dan ditempat itu terdapat pohon
jamblang yang sangat besar. Nama tempat dengan nama jamblang mula-mula
diucapkan oleh seorang pedagang dari negeri cina. Pada waktu itu lalu lintas
manusia masih banyak menggunakan jalan sungai dengan naik perahu, kendaraan
darat belum banyak dibuat orang, pedati dan dokar masih jarang. Para pedagang
kebanyakan dari Cina, berlabuh dipelabuhan Celancang meneruskan membawa
barangnya dengan perahu sampai ke pedalaman. Di pedalaman belum banyak
nama-nama kampong, karenanya para pedagang yang hilir mudik melalui jalan
sungai pada waktu itu menyebutkan daerah yang pernah didatanginya dengan
mengenal pohon sebagai tanda.
Demikian
pula seorang pedagang Cina bernama Baba Chong An, sering berdagang disebuah
tempat yang terdapat sebuah pohon jamblang. Kemudian oleh penduduk ditempat itu
dikenal dengan nama Jamblang. Karena barang dagangannya laku, sering pula
bermalam ditempat itu kemudian dibuatnya sebuah tempat berdagang bersama
bersama pula tempat tinggalnya. Baba Chong An berdagang disana membawa pula
seorang anak gadisnya bernama Liong Sie Tin, lama kelamaan menjadi penghuni
baru ditempat itu. Baba Chong An selain seorang pedagang ia adalah seorang
pengagung klenteng. Karenanya ditempat itu ia bermaksud akan mendirikan sebuah
klenteng agar dapat bersembahyang baik untuk dirinya sendiri maupun bagi
teman-teman pedagang yang sebangsa dan se-agama dengan dia. Berkat ketekunannya
berdagang, ia berhasil membeli sebidang tanah untuk didirikannya sebuah
klenteng.
Tersebutlah
seorang pemuda bernama Raden Banjar Patoman berasal dari Banjar bermaksud akan
berguru kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon. Dalam perjalanannya menuju Cirebon,
melewati Jamblang. Karena dilihatnya ditempat itu lebih ramai dari
tempat-tempat lain, ia sengaja ingin melihat-lihat disana.
Ketika
mendekati tempat Baba Chong An, ia mengetahui Liong Sie Tin sedang menunggui
dagangan. Raden Banjar Patoman sempat berkenalan dengan Liong Sie Tin. Dalam
perkenalannya tiba-tiba menjadi sangat akrabnya, seperti telah lama berkenalan.
Ketika Raden Banjar Patoman minta diri untuk meneruskan perjalanannya, Liong
Sie Tin menggodanya. Ia menyatakan ingin ikut ke Cirebon, ingin mengetahui
keadaan di Cirebon. Raden Banjar Patoman berterus terang kepada Liong Sie Tin,
bahwa ia ingin pergi bersama. Tetapi karena perginya ke Cirebon bermaksud akan
berguru agama Islam, ia tidak berani mengajaknya dan hanya berjanji bahwa
setelah menyelesaikan belajarnya ia akan segera dating kembali. Dikatakannya
pula dengan berterus terang, ia akan kembali berkunjung, karena hatinya telah
mencintai Liong Sie Tin. Liong Sie Tin tidak menjawabnya hanya memandang tajam
dan memegangi tangan Raden Banjar Patoman menjadi semakin erat dan tidak mau
melepaskannya pergi, namun akhirnya hanya mengumpat dengan berkata perlahan
hamper tidak terdengar. Perlahan-lahan dilepaskannya tangan Raden Banjar
Patoman, namun terhadapnya penuh menyampaikan perasaan cintanya yang memikat.
Raden Banjar Patoman terasa berat melangkahkan kakinya, akan meninggalkan
kekasihnya yang baru didapatnya. Namun hatinya segera dikuatkan dengan
keinginannya berguru, berjalanlah perlahan-lahan meninggalkan tempat itu
diiringkan sepasang mata yang terus memandanginya.
Di
Cirebon Sunan Gunung Jati setelah mengadakan musyawarah Wali Sanga digunung
Ciremai, segera mengundang Sunan Rangga. Sunan Rangga adalah sebutan kepada Ki
Kuwu Cakrabuana, dimintakan agar segera dapat mengumpulkan kayu jati yang akan
digunakan untuk membangun Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Sunan Rangga
setelah mendengar peintah tersebut segera berunding dengan Sunan Kalijaga
perihal kayu jati yang akan diambilnya. Sunan Rangga menjelaskan adanya
kayu-kayu harus dikumpulkannya, bahwa kayu itu akan diambil dari Alas Jati Si
Gentong. Seorang bernama Nyi Rara Denok yang memiliki Alas Jati Si Gentong
berkenan menyumbangkan kayu yang bernama Si Topeng yang berada disebuah pulau
kecil bernama pulau Rancang, sekarang Pulau Rancang adalah sebuah dusun di Desa
Gegesik Kulon Kecamatan Gegesik.
Di
Puser Bhumi, Sunan Gunung Jati tengah menghadapi seorang pemuda bernama Raden
Banjar Patoman yang meminta diajar agama Islam. Sunan Gunung Jati menerima
permintaannya, diperintahkan agar bersabar menunggu sampai Sunan Kalijaga telah
kembali dari pekerjaan penebangan kayu jati untuk pembangunan masjid Agung
Cirebon. Banjar Patoman merasa, dengan dikatakannya oleh Sunan Gunung Jati
tentang suatu pekerjaan yang sedang dilakukan, merasa dirinya sebagai murid
alangkah baiknya kalau ia dapat membantunya. Bersembahlah Raden Banjar Patoman
dihadapan Sunan Gunung Jati dan memohon dengan segala kerendahan hatinya untuk
ikut bekerja dalam mengumpulkan kayu-kayu jati itu. Sunan Gunung Jati memahami permintaan
Raden Banjar Patoman, maka diperintahkan Raden Banjar Patoman untuk bergabung
dengan Sunan Rangga dan Sunan Kalijaga beserta penebang lainnya yang telah
berada di Pulo Rancang.
Ketika
itu pula Baba Chong An melaksanakan pembangunan Klenteng, yang sekarang dikenal
dengan nama Klenteng Jamblang. Akan tetapi dalam pembangunan Klenteng tersebut
kekurangan kayu untuk bubungan. Menurut ceritera bahwa bubungan Klenteng
Jamblang adalah kayu jati Si Gentong dari Pulo Rancang bantuan dari Raden
Banjar Patoman, tentunya atas seijin Sunan Gunung Jati. Setelah Klenteng
Jamblang berdiri, kemudian Raden Banjar Patoman diterima menjadi tunangan Liong
Sie Tin.
Dan
pada waktu itu orang-orang dari Cina banyak yang datang didaerah Jamblang,
orang-orang dari daerah Jamblangpun tidak kalah dengan orang-orang Cina untuk
berdagang yaitu jualan nasi yang dibungkus dengan daun jati, itu cirri khas
dari Jamblang dan sampai sekarang nasi Jamblang sebagai makanan khas daerah
Cirebon.
Adapun
nama-nama Kepala Desa Jamblang yang diketahui adalah :
1. M. KADAR : 1982 - 1986
2. TASTI SUNARYO ( Pjs ) : 1986 -
1989
3. ODA : 1989 - 1993
4. HARDIJA ( Pjs ) : 1993 - 1995
5. IRMAN : 1995 -
2003
6. JOJO BUDIHARJO : 2003 - 2012
7. YOYON KRISTIYANTO ( Pjs ) : 2012 - 2013
8. Dra. Hj. NURLAELAH, MM : 2013 – Sekarang
Sumber
Cerita diambil dari :
Cerita
Rakyat Asal Usul Desa di Kabupaten Cirebon
Edisi
Keempat
Oleh
Proyek
Penyusunan Inventarisasi Ceritera Rakyat / Legenda Asal Usul Desa di Kabupaten
Cirebon
Tahun
2004
Pemerintah
Kabupaten Cirebon
Kantor
Pariwisata, Seni dan Budaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar: